
Kesan pertunjukan ini bakal keren sudah terbangun sejak awal. Pertunjukan berlangsung di tempat paling beken di Jakarta, yakni Jakarta Convention Center. Pentas pun dibangun megah, terdiri dari dua level.
Level bawah dengan backdrop gulung. Sedangkan level atas dengan backdrop yang penggunaannya sedang tren di bisnis hiburan: LED (Light Emitting Diode. Kehadiran LED mempertegas pertunjukan bakal disajikan secara multimedia.
Sementara sound system yang terlihat bertebaran di sekeliling arena pertunjukan menandakan tata suara didesain untuk kepentingan dolby.
Di sayap kanan panggung, tersedia area untuk para pemusik orchestra. Sedangkan di sayap kanan panggung terdapat tumpukan keyboard yang di set setengah lingkaran, mirip seperti keyboardist grup Yes, Rick Wakeman, tampil di tempat yang sama, beberapa tahun silam.
Jreng. Pertunjukan pun dimulai. Orkes Sa'Unine, Combo Edwin Saladdin, dan Paduan Suara Mahasiswa UI Paragita, dan tentu saja iringan piano sang sutradara Musik Jockie Surjoprayogo membuka adegan. Pentas menyuguhkan pemandangan Jakarta tahun 1970, lengkap dengan mobil antik, bemo tua, dan tentu saja dengan bantuan aneka foto dan ilustrasi di LED.
Para penari pun berhamburan ke atas pentas dengan kostum berkelas. Menyusul kemudian sejumlah anak-anak band yang beranggotakan Ariyo Wahab (sebagai Yoko), Reuben Alishama Hadju (sebagai Jojo), Ade Dana Galistan (sebagai Ebon), dan Rezanov GRIBS (sebagai Yance/Ian). Mereka menyanyikan lagu Dara Manisku milik Koes Plus yang diaransemen secara keren oleh Jockie Suryoprayogo.
Kisah pun mulai mengalir. Bermula ketika anak-anak band itu mendapat tawaran tampil di daerah konflik bernama Tilore dengan Da Silva (Andi/rif) sebagai ketua sukunya. Pertentangan terjadi sebelum mereka mengambil pekerjaan tersebut. Yoko sang pemimpin band bersikeras untuk mengambil tawaran tampil. Ia berharap konser itu mereka bisa mendamaikan mereka yang sedang bersengketa. Namun niat ini ditentang oleh anggota bandnya.
Sebagai pimpinan band, Yoko masih disegani anggotanya. Maka dari itu, jadilah anak-anak band itu menuju wilayah Tilore.
Saat mereka memasuki Tilore, bunyi tembakan, raungan helikopter dan juga suara granat menyambut mereka. Konflik percintaan terjadi sebab mendadak Yoko jatuh cinta dengan seorang dara Tilore bernama Diana (Nindy) yang juga anak Da Silva, si kepala suku Tilore.
Cinta Yoko kepada Diana rupanya membuat buta pemimpin band itu. Sampai-sampai ia tega mendepak Jojo dan menggantikan kedudukan sang drumer dengan Diana yang rupanya juga pemain drum di kelompok band bernama Tilore. Jojo sebelumnya berselingkuh dengan pacar Yoko, Mariska (Sheila Marcia Joseph). Kepergian Jojo pun diikuti oleh anggota band lainnya, sebelum akhirnya mereka bersatu kembali.
Tak ada intrik mengelitik dari kisah cinta ini. Konflik antarpemeran diciptakan karena seolah memang harus ada dalam setiap narasi. Kalaupun ada kritik sosial yang terucap dari bibir pemeran, terutama soal kepemimpinan, terasa sudah basi. Soal humor? Wah, jadi barang langka dalam pentas ini.
Jadi jangan berharap akan mendapatkan sebuah kontemplasi dalam pergelaran drama musik ini. Sutradara Garin Nugroho tampaknya kurang bekerja keras membangun cerita dari akting yang memikat para pemeran.
Beruntung penonton drama ini mendapat suguhan menarik dari hasil kerja keras penata tari Eko Supriyanto dan penata musik Jockie. Eko yang punya berpengalaman sebagai penari dalam serangkaian konser Madonna mampu menerjemahkan simbol-simbol cerita dengan gerak tari para penarinya dari ISI Surakarta. Terlebih penting, ia mampu merespon sodoran ilustrasi Jockie.
Sementara Jockie bisa dibilang bintangnya pertunjukan ini. Ia sekurangnya mengaransemen 17 lagu, termasuk ilustrasi musik pendukung suasana. Beberapa lagu Koes Plus yang ditanganinya antara lain Sweet Memories, Belajar Bernyanyi, Dara Manisku, Bunga dan Remaja, Hari Ini dan Nanti, Rahasia Hatiku, Lonceng Kecil, Kelelawar, Cintamu Tlah Berlalu, Selamat Tinggal, Da Silva, Dunia Tambah Satu, Pelangi, Sejak Bertemu Denganmu, dan Nusantara.
Lagu Koes Plus memang menjadi benang merah pertunjukan ini. Dan Jockie berhasil menggubah aransemen Koes Plus yang jadul itu, menjadi lebih keren dan berwibawa. Pengalamannya dalam band rock legendaris God Bless telah menjadikan lagu-lagu Koes Plus itu tampil berwibawa.
Ide menampilkan duet Eet Syahranie dan Tohpati di atas pentas juga menarik. Keduanya tampil bersahut-sahutan, tentu dengan corak masing-masing. Eet yang nge-rock habis. Sedangkan Bontot, panggilan akrah Tohpati, lebih jazzy.
Drama musikal ini digelar untuk umum mulai malam ini (7/7) dan besok (8/7), pukul 20.00-22.00 WIB.
0 comments:
Post a Comment